LAPORAN
OBSERVASI
KULIAH LAPANGAN TENTANG PARIWISATA ALTERNATIF
PT
BALI TOURISM DEVELOPMENT COOPERATION (BTDC)
DI
KAWASAN PARIWISATA NUSA DUA BALI
(Nusa
Dua, Selasa 4 Juni 2013)
Oleh;
K A N O M
NIM: 1291061033
MAGISTER
KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
UDAYANA
DENPASAR
2013
I.
Latar
Belakang
Sektor Periwisata merupakan sektor penting dalam upaya penerimaan
Pendapatan Asli Daerah yang cukup potensial.
Pariwisata telah menjadi industri yang mampu mendatangkan devisa negara
dan penerimaan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat
dalam berbagai sektor ekonomi.
Motif pembangunan
pariwisata
yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tinggi baik itu secara
aggregate maupun sektoral seringkali berujung pada pengeksploitasian sumber
daya alamiah, sumber daya modal maupun sumber daya sosial. Disadari atau tidak
hal tersebut telah mendorong pembangunan kepariwisataan menuju ke arah
pendekatan advocacy, yaitu suatu pendekatan yang lebih berorientasi pada
keuntungan ekonomi. Spilane (1994) menyatakan bahwa pendekatan advocacy memiliki
tujuan utama untuk menggali dan mengembangkan potensi sumber daya alam, sosial
budaya sebagai obyek atau daya tarik wisata yang seringkali mengabaikan hak-hak
tuan rumah (Astawa, dkk, 2005:2).
Bali, demi menuju pembangunan kepariwisataan yang
berkelanjutan, maka pembangunan sarana kepariwisataan harus memperhitungkan
keterbatasan phisik yang dimiliki dan keuntungan dari pariwisata harus dapat
dinikmati secara merata oleh masyarakatnya. Adanya kasus-kasus seperti krisis
air, perang tarif hotel sebagai akibat kamar yang tersedia jauh melebihi jumlah
wisatawan yang datang, arus urbanisasi yang tinggi, pengalihfungsian lahan
pertanian yang tinggi setiap tahunnya, baik untuk perumahan, sarana pariwisata,
maupun untuk perdagangan, kemacetan lalu lintas di sekitar kawasan, polusi
(air, laut, udara, suara) yang mulai tidak dapat dikendalikan, tingkat keamanan
mulai menurun merupakan beberapa contoh dampak negatif akibat pembangunan yang
tidak direncanakan dengan baik.
Pariwisata adalah salah satu sektor pembangunan
dengan perkembangan yang sangat pesat ditandai dengan peningkatan jumlah
wisatawan dunia serta munculnya berbagai industri pendukungnya. Okeh karena
itu, kerusakan lingkungan juga ditenggarai muncul dari pembangunan pariwisata
ini sehingga konsep pembangunan berkelanjutan perlu diterapkan dalam pariwisata
melalui pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism
development).
Ketika berbicara tentang paririwisata alternatif
atau pariwisata berkelanjutan maka tentu saja harus mengacu pada konsep
pariwisata alternative termasuk tentang pola
penggunaan air dalam kegiatan kepariwisataan itu sendiri dan pelestarian
lingkungan, seperti halnya penggunaan air pada akomodasi perhotelan, bungalow,
cottage, maupun villa. Penggunaan air tersebut tidak hanya terbatas pada
penggunaan dalam ruangan saja termasuk mandi, namun juga pada penggunaan air di
kolam, kebun maupun di dapur.
Oleh karenanya perlu ada langkah serta kebijkan an
yang betul-betul bijak dalam pola penggunaan air dan pelestarian lingkungan serta
tetap menjaga hubungan baik dengan masyrakat lokal setempat yang dalam hal ini
harus melibatkan semua komponen termasuk pemerintah, masyarakat dan
stakeholder. Karena pada prinsip dan hakekatnya pariwisata alternatif merupakan
bentuk pariwisata yg konsisten dg nilai2 alam, sosial & nilai2 masyarakat
serta memungkinkan baik masyarakat lokal maupun wisatawan utk menikmati
interaksi yg positif serta bermanfaat serta menikmati pengalaman secara
bersama2 (Eadington & Smith, 1992)
Mengingat pentingnya kelestarian lingkungan untuk
menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan maka pariwisata alternatif
sangatlah diperlukan dalam pengembangan destinasi ataupun kawasan pariwisata
agar hasil dari kegiatan tersebut bisa sama-sama dinikmati baik oleh masyarakat
lokal setempat mapun wisatawan secara bersama-sama dengan interaksi yang baik
pula.
II.
Pembahasan
Kepariwisataan dapat dipandang sebagai sesuatu yang
abstrak, misalanya saja suatu gejala yang melukiskan kepergian orang-orang
dalam negaranya sendiri (pariwisata domestic) atau penyebrangan orang-orang
pada tapal batas suatu Negara/ pariwisata internasional (Salah Wahab, 1976:3).
Proses bepergian ini dapat menyebabkan terjadinya interaksi, dan
hubungan-hubungan, saling pengertian insani, perasaan-perasaan, persepsi,
motivasi, tekanan-tekanan, kepuasan, kenikmatan, dan lain sebagainya diantara
sesama pribadi atau antar kelompok.
Secara khusus kepariwisataan dapat dipergunakan
sebagai suatu alat untuk memperkecil kesenjangan, saling pengertian diantara
Negara-negara yang sudah berkembang, yang biasanya adalah Negara-negara sumber
wisatawan atau Negara pengirim wisatawan. Pada dasarnya bagian-bagian dari
gejala pariwisata terdiri dari tiga unsur yaitu; manusia (unsure insani sebagai
pelaku kegiatan pariwisata), tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh
kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur tempo yang dihabiakan dalam perjalan ini
sendiri dan selam berdiam di tempat tujuan). Unsur waktu dapat bervariasi
sesuai dengan jarak diantara titik pemberangkatan dengan dengan Negara atau
daerah tujuan wisata, alat transportasi yang dipergunakan, lamanya mengvinap di
tempat tujuan tersebut dan sebagainya.
Kegiatan pariwisata memberika manfaat yang cukup
besar dalam perekonomian suatu Negara, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kegiatan di sector-sektor lain secara tidak langsung.
Adapun manfaat kegiatan kepariwisataan bagi suatu
Negara diantaranya; (1) Pariwisata adalah factor penting untuk menggalan
persatuan bangsa yang rakyatnya memiliki daerah yang berbeda, dialek,
adat-istiadat, dan cita rasa yang beraneka ragam, (2) Pariwisata menjadi factor
penting dalam mengembangkan ekonomi, karena kegiatnnya mendorong perkembangan
sector ekonomi nasional lainnya.
Selain hal tersebut di atas secara nasional tujuan
kepariwisataan adalah sebagai berikut; (a). meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (b).
meningkatkan kesejahteraan rakyat, (c). menghapus kemiskinan, (d). mengatasi
pengangguran, (e). melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, (f).
memajukan kebudayaan, (g). mengangkat citra bangsa, (h). memupuk rasa cinta
tanah air, (i). memperkukuh jadi diri dan kesatuan bangsa, dan (j). mempererat
persahabatan antar bangsa (Undang-undang Kepariwisataan No.10 tahun 2009).
Terkait dengan tujuan kepariwisataan yang dimaksud
di atas maka hendaknya pengembangan pariwisata itu haru secara adil dan bijaksana.
Maksudnya adalah dalam penggunaan sumber daya pariwisata itu harus melibatkan
semua komponen dan tidak hanya mementingkan penguasaha semata, tapi harus ada
kompensasi maupun kontribusi yang jelas kepada masyarakat setempat.
Kajian-kajian tentang pembangunan pariwisata
berkelanjutan sebenarnya telah banyak dilakukan seperti yang dilakukan oleh;
Milazi (1996; 31), Farsari (2005; 4), Wen Wu (2009 ; 10), Arida (2009; 16),
Dodds and Butler (2010; 38-39), Joemail (2011; 20), Cascante, dkk ( 2010; 738),
dan masih banyak lagi para ahli lainnya. Namu, dapat disimpulkan bahwa
pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata harus ramah lngkungan dan dapat
dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Selain itu juga pada badan organisasi dunia
seperti (PBB) Perserikatan Bangsa Bansa
atau (UN) United Nation (2007; 29-30) telah menyebutkan beberapa indicator dalam
pengembangan serta pembangunan dunia kepariwisataan sebagaimana yang tercantum
dalam Indicator of Sustainable Development: Guidelines and Methodologies
memberikan beberapa indikator penting dalam pembangunan pariwisata
berkelanjutan diantaranya adalah sebagai berikut;
a)
Relevan untuk menilai pembangunan
berkelanjutan
b)
Terbatas dalam jumlah dan tetap terbuka
c)
Disesuaikan dengan kebutuhan masa depan
d)
Mencakup semua aspek pada agenda 21
untuk pebangunan berkelanjutan
e)
Bisa dimengerti, jelas dan tidak ambigu
f)
Konsepnya jelas
g)
Sedapat mungkin mewakili konsesus
internasional
h)
Kemampuan pemerintah nasional untuk
mengembangkanya
i)
Sangat tergantung pada biaya dan
kualitas data yang dimiliki
Berikut adalah beberapa hal yang telah dikemukakan
terkait dengan pariwisata berkelanjutan diantaranya adalah seperti yang
dikemukakan oleh Yianna, 2005. Sustainable Tourism Indicators for Mediteranean
Esthablished Destinations. Regional Analysis Division. Foundation for the
Research and the Technology Hellas (FORTH). CSD (Commission on Sustainable Development) Indicators of Sustainable Development (2007; 09): (a) Poverty, (b) Governance, (c) Health, (d) Education, (e) Demographics, (f) Natural hazards, (g)
Atmosphere, (h) Land, (i) Oceans, seas
and coasts, (j) Freshwater, (k) Biodiversity, (l) Economic
development, (m) Global economic partnership, and (n) Consumption and
production patterns
Menurut Hall and Ricards dalam Joemail (2011 : 20)
mengemukakan 4 kemungkinan pendekatan perencanaan pariwisata berkelanjutan
yakni: (1) Sustainable development through a tourism imperative, (2) Sustainable development through product-led tourism, (3) Sustainable development through environment-led tourism, and (4) Sustainable development through neotenous tourism.
Farsari (2005; 07-08) The principles of sustainable
tourism are as follow: (a) Using resources sustainably, (b) Reducing
over-consumption and waste, (c) Maintaining diversity, (d) Integrating tourism
into planning, (e) Supporting local economies, (f) Involving local communities,
(g) Consulting stakeholders and the public, (h) Training staff, (i) Marketing
tourism responsibly, and (j) Undertaking research
Berdasarkan teori tentang Life Cycle Tourism,
dalam Suarka (2010; 19-21) menyebutkan
bahwa ada enam (6) tahapan dalam
pengembangan pariwisata berkelanjuatan yang membawa implikasi serta dampak yang
berbeda terhadap pariwisata diantaranya adalah;
1.
Tahap Exploration ( explorasi , pertumbuhan spontan dan penjajakan)
Pada tahap ini
jumlah wisatawan masih relative kecil.Mereka cenderung dihadapkan pada kondisi
alam yang masih alami dan budaya masyarakat yang masih alami pada daerah tujuan
wisata. Atraksi wisata belum berubah dan kontak masyarkat relative tinggi.
2.
Tahap Involment (keterlibatan)
Pada tahap ini
mulai adanya inisiatif masyarakat lokal untuk menyediakan fasilitas wisata,
kemudian promosi daerah wisata dimulai yang dibantu oleh pemerintah derah
setempat. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.
3.
Tahap Development (pengembangan dan Pembangunan)
Pada tahap ini
jumlah kunjungan wisatawan meningkat tajam.pada musim puncak wisatawan biasanya
menyamai bahkan melebihi jumlah penduduk lokal. Investor luar berdatangan
memperbaharui fasilitas . sejalan dengan meningkatnya jumlah dan pupularitas
daerah wisata, masalah-masalah rusaknya fasilitas mulai terjadi. Perencanaan
dan control secara nasional dan regional dibutuhkan , bukan hanya untuk
memecahkan masalah yang terjadi, tetapi juga untuk pemasaran internasional.
4.
Tahap Consolidation (Konsolidasi)
Pada tahap ini
tingkat pertumbuhan wisatawan mulai menurun, wlaupun total jumlah wisatawan
masih relative meningkat. Daerah parwisata belum berpengalaman mengatasi
masalah dan kecendrungan terjadinya monololi yang sangat kuat.
5.
Tahap Stagnation(ketidaksetabilan)
Pada tahap ini
jumlah wisatawan yang datang pada puncaknya, wisatawan sudah tidak mampu lagi
dilayani oleh daerah tujuan wisata. Ini didasari bahawa kunjungan ulang
wisatawan dan pemamfaatan bisnis dan komponen-komponen pendukungnya adalah
dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah wisatawan yang berkunjuung. Daerah
tujuan wisata mungkin mengalami masalah-masalah lingkungan, sosial dan budaya
serta ekonomi.
6.
Tahap Decline (Penurunan Kualitas) dan Rejuvenation (kelahiran Baru)
Pada tahap
Decline, pengunjung kehilangan daerah tujuan wisata yang diketahui semula
menjadi “resort” baru. Resort menjadi
tergantung pada sebuah daerah tangkapan secara geografi lebih kecil untuk
perjalanan harian dan kunjungan berakhir pekan.
Kepemilikan berpeluang kuat untuk berubah dan fasilitas –fasilitas
pariwisata, seperti akomodasi dan akan berubah pemamfaatanya. Akhirnya
pengambilan kebijakan mengakui tingkatan ini dan memutuskan untuk dikembangkan
sebagai”kelahiran baru”. Selanjutnya terjadinya kebijaksanaan baru dalam
berbagai bidang, seperti pemamfaatan , pemasaran, saluran distribusi dan
meninjau kembali posisi daerah tujuan wisata tersebut.
Berbagai konsep serta teori serta prinsip dalam
pembangunan pariwisata di atas tentu saja penting untuk dicermati agar dalam
perencanaan jika akan mengembangkan suatu tempat menjadi destinasi wisata yang
baik dengan konsep pariwisata berkelanjutan maka prinsip dan konsep dari
pariwisata alternatif sangat diperlukan untuk menunjang pariwisata
berkelanjutan tersebut. Dan berikut adalah hasil observasi tentang konsep dan
prinsip-prinsip pariwisata alternatif di kawasan pariwisata Nusa Dua Bali oleh
PT. Pengembang Pariwisata Bali, yaitu Bali Tourism Development Cooporation (BTDC)
ü HASIL
KUNJUNGAN DAN OBSERVASI DI KAWASAN PARIWISATA NUSA DUA BALI,
Lokasi kunjungan dan observasi adalah Kawasan Pariwisata Nusa Dua
Bali, tepatnya di area kawasan BTDC. Dalam kunjungan ini melihat dan
menganalisis program dan prinsip pengembangan pariwisata oleh BTDC di Kawasan
Nusa Dua Bali, dimana sebelumnya kawasan ini merupakan kawasan yang tandus dan
gersang sehingga masyarakat enggan untuk tinggal di daerah ini. Namun denga
hadirnya BTDC maka kawasan ini mulai ramai dan setiap orang ingin tinggal di
kawasan ini. Hal ini sangat kontras dengan keadaan sebelum adanya BTDC.
b Sejarah Singkat Nusa Dua Bali
Pulau Bali adalah
sebuah pulau kecil yang luas wilayahnya + 5.632,86 km2 atau 0,29 % dari luas
kepulauan Indonesia dengan jumlah penduduk + 3,5 juta, tidak memiliki hasil
tambang, lahan pertanian yang terbatas, namun pulau Bali memiliki keindahan
alam dan budaya yang sangat mempesona, yang telah dikenal, dikagumi oleh Dunia
serta banyak pula dikunjungi oleh wisatawan. Untuk meningkatkan taraf hidup
penduduk Bali, salah satu usaha yang diharapkan pada waktu itu adalah melalui
pengembangan pariwisata.
Dalam rangka usaha pengembangan Pariwisata Bali, Pemerintah dengan
bantuan UNDP pada tahun 1971 memprakarsai sebuah studi tentang Pariwisata Bali
yang dilaksanakan oleh SCETO, sebuah konsultan dari Perancis.
Kawasan Pariwisata Nusa Dua lahir karena kebutuhan objektif akan kamar
yang bermutu, bagi wisatawan yang diperkirakan akan terus meningkat jumlahnya
dari tahun ke tahun. Salah satu dari rekomendasi studi tersebut, menyarankan
agar di Bali dibangun lebih banyak hotel bertaraf internasional, untuk
menampung wisatawan asing. Pada waktu itu yaitu pada tahun 1975 di Bali,
diperkirakan hanya ada 1800 kamar yang dibangun di Kuta dan Sanur, yang
bertaraf Internasional, sedangkan menurut studi sampai tahun 1980 diperlukan
sekitar 3800 – 4700 kamar hotel standard internasional.
Pola dasar rencana induk Pariwisata Bali, sebagaimana direkomendasikan
tim SCETO adalah suatu pembangunan ekonomi, dimana taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat ditingkatkan tanpa mengorbankan nilai-nilai kebudayaan
serta struktur sosial kehidupan masyarakat Bali dan lingkungan hidup.
Proyek Nusa Dua, sebagai bagian dari rencana induk pengembangan Pariwisata
Bali, merupakan pembangunan suatu kawasan pariwisata dengan pemukiman
wisatawan secara terpusat, yang jauh dari pusat kehidupan sehari-hari
masyarakat Bali pada umumnya. Dengan demikian pengaruh langsung para wisatawan,
khususnya pengaruh negatif akan dapat ditekan. Lahan yang memenuhi syarat ada
di kawasan bukit, yaitu Nusa Dua, lahan yang tidak produktif, namun memiliki
pantai dan berpasir putih yang indah, berpenduduk jarang dan sangat dekat
dengan Bandar Udara Ngurah Rai. Letak lahan tersebut, terpisah dari masyarakat
tradisional Bali.
Melalui pendekatan tersebut, sebagaimana dijelaskan diatas, diharapkan
kebutuhan akan kamar yang terus meningkat bisa dipenuhi, sekaligus kebudayaan
Bali sebagai daya tarik utama Pariwisata bisa tetap dilestarikan. Disamping itu
daerah Nusa Dua lebih mudah dikembangkan karena tanah yang tersedia cukup luas
dan penduduknya jarang. Curah hujannya relatif kecil dan tidak ada sumber air
permukaan, sehingga tanahnya tidak subur untuk pertanian. Pertimbangan yang
tidak kalah pentingnya adalah Nusa Dua mempunyai pemandangan alam menarik
dengan pantai berpasir putih, air laut yang jernih dan pantai menghadap ke
Timur menyongsong terbitnya matahari pagi.
Lokasi akomodasi/hotel sebagai salah satu komponen pokok kawasan
disarankan di daerah Badung bagian Selatan, dekat dengan Airport Ngurah Rai dan
lebih mudah memperoleh pelayanan utilitas dan kemudahan-kemudahan lain dari
pusat kota Denpasar, ketimbang daerah Karangasem dan Bali Barat.
Kawasan Pariwisata dipersiapkan dengan pemanfaatan secara ekonomis
tanah yang tersedia, tanpa mengganggu lingkungan, sementara prasarana dan
sarana dimanfaatkan secara optimal dalam rangka pembangunan hotel dan
fasilitas wisata lainnya.??Lokasi hotel adalah sepanjang pantai dengan pusat
kegiatan Amenity Core yang dibangun sesuai pedesaan Bali dengan halaman yang
luas dan arsitektur yang khas.
Dalam rangka pengembangan proyek Nusa Dua sebagai Kawasan Pariwisata
terpadu terdapat 3 komponen pokok, yaitu penyediaan Prasarana dan Sarana,
peningkatan jalur – jalur jalan menunju daerah – daerah yang akan dikunjungi
wisatawan dan peningkatan jalur – jalur jalan menuju daerah – daerah yang akan
dikunjungi wisatawan.
b Kebijaksanaan Pemerintah
Pembangunan sektor pariwisata bukan merupakan pembangunan yang berdiri
sendiri, tetapi terkait dengan pembangunan di sektor-sektor lain, karenanya
untuk pelaksanaan pembangunannya perlu pembuatan perencanaan yang terencana dan
terpadu. Sebagai tindak lanjut dari rekomendasi dalam Master Plan Pariwisata
Bali, Direktorat Jenderal Pariwisata dengan bantuan UNDP menyiapkan Master
Plan Kawasan Nusa Dua. Master Plan tersebut dibuat oleh Pacific Consultant
International (PCI) dari Jepang bekerjasama dengan Konsultan Indonesia pada
tahun 1972.
b Pembentukan BTDC
Dalam rangka pelaksanaan rencana Nusa Dua, sebagai Kawasan Pariwisata
telah dibentuk suatu Badan Usaha yaitu PT. Pemgembangan Pariwisata Bali (Persero)
atau lebih dikenal dengan Bali Tourism Development Corporation (BTDC), yang
bertujuan utama menyelenggarakan tersedianya prasarana dan sarana, mengundang
investor untuk membangun hotel serta mengelola dan memelihara Kawasan
Pariwisata Nusa Dua. Disamping itu dibentuk Badan Pengembangan Rencana Induk
Pariwisata Bali (BPRIP) dengan tugas konsultasi dan koordinasi dengan PP. No.27
tahun 1972 dan PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) atau Bali Tourism
Development Corporation (BTDC).
b Maksud,
Tujuan dan Sasaran Pembangunan
Mencerminkan karakteristik standard internasional berskala tinggi bagi
semua fasilitas yang direncanakan terutama, prasarana peningkatan kwalitas
estetik kawasan terutama landscapnya, serta budaya dan daya tarik pemandangan
Bali yang unik. Serta dibangun sebagai kawasan pariwisata skala internasional
dengan cara, mengundang partisipasi hotel yang memiliki jaringan pemasaran
internasional, menyajikan daya tarik yang unik dari Bali, melalui pengadaan
festival Budaya dan sarana hiburan lainnya serta menciptakan panduan yang
serasi dalam pengembangan kawasan yang tercermin dalam aneka ragam
sarana-sarana yang disajikan maupun dengan menumbuhkan suasana yang aman dan
nyaman.
Preservasi dan perlindungan terhadap pohon kelapa merupakan ciri khusus
dan vegetasi utama di kawasan ini. Mengatur variasi daerah konsesi yang cukup
luas melalui penataan yang serasi antara lain : a). Mencerminkan suasana
lokal ke dalam desain sarana, seperti ciri-ciri arsitektur tropis dan konsep
ruang tradisional Bali, b). Menata jalinan transportasi dengan kendaraan lambat seperti dokar
dan kendaraan serupa dengan jalan khusus. c). Menyediakan Amenity Core untuk menampung
aktivitas sosial dan rekreasi, d). Mencegah dampak negatif seperti kepadatan kamar hotel dan
urbanisasi yang berlebihan demi tetap terpeliharanya latar belakang alam dan
budaya Bali, e).
Fleksibilitas di dalam Master Plan kawasan untuk memungkinkan pemenuhan
kebutuhan masa depan seperti sarana-sarana baru dan sebagainya, dan f). Perencanaan
keselamatan lingkungan menyeluruh dalam rangka menghadapi keadaan darurat.
b Konsep
Pengembangan Nusa Dua
1. Kawasan
Pariwisata Nusa Dua adalah merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Bali.
2. Pemusatan
pengembangan mempunyai maksud untuk memudahkan pelaksanaan dan
pengawasan.Efisiensi operasional untuk semua infrastruktur dan fasilitas umum.
3. Lahan
disewakan kepada investor dengan Hak Guna Bangunan untuk jangka waktu 30 tahun
dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi.
4. Peraturan
tata ruang menetapkan ketentuan fisik konstruksi antara lain; (a). Tinggi
bangunan maksimum 15 meter, (b). Batas sempadan antara bangunan dan pantai, (c).
Perbandingan antara luas lahan dan
5. Pembentukkan
Design Committee dengan tujuan untuk mengevaluasi dan mengarahkan disain
bangunan/hotel.
b Design
Committee
Telah dibentuk Design Committee yang meliputi para arsitek dan
pakar-pakar pembangunan hotel demi terciptanya citra Bali dalam segala desain
arsitektur serta manifestasi seni budaya. Konsep desain bertujuan utama tanpa
mengurangi segi komersiil dan mewujudkan suatu “wajah khas Bali” yang menyatu
dengan arsitektur dan budaya Bali.
b Filsafat
Pembangunan
Mutlak dipersyaratkan bahwa Kawasan Pariwisata berfungsi sebagai suatu
kesatuan yang serasi dan menyeluruh dengan dilengkapi berbagai unsur-unsur
lain, sesuai yang direncanakan dan berfungsi sebagai pelengkap. Hanya melalui
pendekatan yang demikian dapat dijamin terpeliharanya suatu penampilan serta
pelayanan bermutu tinggi serta penerapan desain arsitektur yang peka ke dalam
seluruh sarananya.
BTDC Nusa Dua mengelola kawasan seluas kurang lebih 350 Ha, yang semula
tanah tandus dan tidak produktif, menjadi kawasan pariwisata yang menarik di
Bali. Kawasan ini bahkan telah terkenal di Manca Negara sebagai salah satu dari
6 kawasan pariwisata yang terbaik di dunia. Pembangunan prasarana kawasan Nusa
Dua dilakukan oleh BTDC dengan sumber pembiayaan yang dipinjam dari World Bank
sesuai aprraisal yang di buat pada bulan Mei 1974. Pinjaman World Bank telah
dilunasi oleh BTDC lebih awal dari berakhirnya waktu pelunasan pinjaman.
Tahapan (Fase I) pembangunan Kawasan Pariwisata Nusa Dua sebagai
berikut : tahun 1976 – 1979 Pembangunan kontruksi dan Infrastruktur Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Pada tahun 1978 Pembangunan
Sekolah Pariwisata (BPLP) Balai Pendidikan dan Latihan Pariwisata (Hotel and
Tourism Management Training Center) dan Training Hotel (Hotel Bualu), sekarang
STP Bali. Pada tahun 1981 – 1983 Hotel Pertama yang dibangun adalah Nusa Dua Beach Hotel, oleh investor
Garuda Indonesia, melalui anak perusahaan Aerowisata. Pada tahun 1985 – 1987
Membangun 3 hotel :
Hotel Putri Bali, Hotel milik Pemerintah
yang berada di bawah PT. HII, sekarang PT.Hotel Indonesia Natour (HIN)
Melia Bali Sol, yang merupakan investor
asingyang berasal dari Spanyol, sekarang Melia Bali Resort, Villas & Spa.
Club Med, yang juga merupakan sebuah
investasi asing asal Perancis.
1987 Mereview dan mengupdate kembali
Master Plan Kawasan
Pariwisata Nusa Dua tahun 1991Membangun 4 International Hotel Chain;
Nusa Indah Hotel & Convention
Center, sekarang Hotel Westin Resort dan Bali International Convention Centre
(BICC).
Sheraton Lagoon, sekarang Laguna Resort.
Grand Hyatt Bali. Bali Hilton, sekarang
Ayodya Resort.
Bali Golf & Country Club
Galleria Nusa Dua (Amenty Core),
sekarang menjadi Pusat Perbelanjaan Bali Collection dengan dilengkapi sebuah Sogo.
Pusat Pertunjukkan/Gedung Pertunjukkan
Amphitheatre.
Bali Desa Service Apartment.
Pada tahun 2000, Lawn Bowling (Bowling
Padang Rumput), 2004 Kayu Manis Villas and Spa,
2006 Asia Pacific Museum Art, Victus Life (Anty Aging), 2007 Novotel – Accor Nusa Dua Bali Hotel & Resident. Krya Spa PT.
Wyancor Bali / Grand Hyatt Nusa Dua PT. Great Balloon Indonesia (GBI)2008 ST. Regis
Nusa Dua
b Pariwisata Alternatif
Dampak perkembangan pariwisata massal atau konvesional seperti krisis
sumber daya alam, kerusakan ligkungan bahkan degradasi budaya, menimbulkan
kesadaran secara serentak diseluruh daerah untuk tidak merusak dan meningkatkan
perhatian terhadap lingkungan secara berkelanjutan. Meningkatnya kesadaran
masyarakat dan wisatawan akan pentingya
pelestarian lingkungan dan budaya lokal di dearah tujuan wisata menimbulkan
perubahan-perubahan kearah pariwisata berkelanjutan. Produk pariwisata diminati
lebih cenderung pada produk yang
bersekala kecil, berdasarkan kearifan budaya lokal dan berorientasi pada
kelestarian alam dan lingkungan.
Pariwisata alternatif merupakan suatu bentuk kegiatan kepariwisataan
yang tidak merusak lingkungan, berpihak pada ekologis dan menghindari dampak
negatif dari pembangunan pariwisata berskala besar yang dijalankan pada suatu
area yang tidak terlalu cepat pembangunannya. (Koslowskidan Travis: 1985).
Budiarti (2005 : 21) menjelaskan bahwa pariwisata alternatif adalah
pariwisata yang muncul guna meminimalisir dampak negatif dari perkembangan
pariwisata masal yang terjadi hingga saat ini. Dampak negatif dari pariwisata
masal atau pariwisata berskala besar adalah ancaman terhadap kelestarian budaya
dimana budaya lebih dikomersialisasikan dibandingkan dijaga keaslian dan
kelestariannya. Selain itu dampak negatif yang dapat berbahaya adalah
perusakan sumber daya alam dimana sumber daya alam habis dieksploitasi
besar-besaran.
Pada kesempatan yang sama Budiarti (2005 : 25) memberikan penjelasan
bahawa ada beberapa hal yang harus dimiliki pada pariwisata alternatif :
a. Menyediakan
sarana dan fasilitas kesehatan , keselamatan dan kemananan
b. Memperkerjakan
pramuwisata atau tenaga ahli yang memiliki keterampilan yang dibutuhkan
c. Menjaga
kelestarian objek dan daya tarik wisata serta lingkunganya.
Merujuk dari pengertian menurut ahli tersebut, maka pariwisata
alternatif adalah pariwisata yang muncul guna meminimalisir dampak negatif dari
perkembangan pariwisata masal yang terjadi hingga saat ini. Dampak negatif dari
pariwisata masal atau pariwisata berskala besar adalah ancaman terhadap
kelestarian budaya dimana budaya lebih dikomersialisasikan dibandingkan dijaga
keaslian dan kelestariannya. Selain itu dampak negatif yang dapat berbahaya
adalah perusakan sumber daya alam dimana sumber daya alam habis dieksploitasi
besar-besaran.
Selain itu pariwisata alternatif adalah kegiatan kepariwisataan yang
memiliki gagasan yang mengandung arti sebagai suatu pembangunan yang berskala
kecil atau juga sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang disuguhkan kepada
wisatawan, dimana segala aktivitasnya turut melibatkan masyarakat. (Saglio:
1979 dan Gonsalves: 1984). Jadi, bisa disimpulkan pembangunan pariwisata yang
baik dan mendukung kelestarian sumber daya baik alam, budaya dan manusia adalah
pariwisata alternatif.
Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya
yang khusus itu menjadikan sering diposisikan sebagai lawan dari wisata
berskala besar atau konvensional. Sebenarnya yang lebih membedakannya dari
wisata berskala besar adalah karateristik produk dan pasar. Perbedaan ini tentu
berimplikasi pada kebutuhan perencanaan dan pengelolaan yang tipikal.
Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata
yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata.
Masyarakat Ekowisata Internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata
alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Dari defenisi ini ekowisata dapat
dilihat dari perspektif, yakni: pertama, ekowisata sebagai produk; kedua, ekowisata
sebagai pasar; ketiga, ekowisata sebagai pendekatan pengembangan.
Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada
sumber daya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan
pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Akhirnya sebagai pendekatan
pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolahan sumber
daya pariwisata secara ramah lingkungan.
Dengan kata lain ekowisata adalah benruk industri pariwisata berbasis
lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal
sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan
konservasi alam itu sendiri (Panos, dikutip oleh Ward,1997).
b Konsep Pariwisata Alternatif di
Lingkungan BTDC
erdasarkan hasil kunjungan di kawasan pariwisata Nusa
Dua Bali yaitu di lingkungan BTDC (Bali Tourism Develoment Cooporation)
mengenai konsep pariwisata alternatif dimana dari hasil kunjungan dan observasi
tersebut diketahui bahwa pada kawasan ini juga menerapkan pengelolaan limbah dari
industri pariwisata yang ada di kawsan Nusa Dua sehingga dapat digunakan
kembali, seperti halnya dengan proses pengolahan limbah yang ada di Lagun. Pada
tempat ini air diolah sehingga dapat menghemat serta dapat melestarikan
lingkungan.
pada gambar 1 tersebut terlihat bahwa tempat pengolahan limbah dari limbah yang langsung dari
industry pariwisata yang ada di kawasan Nusa Dua tersebut dan dengan demikian
air akan dapat dipakai kembali entahkah itu sebagai air untuk menyiram kebun dan
sebagainya.
Air yang telah di olah dalam tempat ini
kemudian akan didistribusikan kembali ke masing-masing industry pariwisata yang
ada di sekitarnya. Sehingga dalam hitungan ekonomis maka hal ini merupakan
langkah yang tepat mengingat salah satu kunci dari pengembangan pariwisata
alternatif menuju pariwisata yang berkelanjutan maka harus hemat dalam hal
penggunaan air.
elain itu dengan adanya pengolahan limbah di
tempat ini (Lagun) maka kelestarian lingkunganpun terjaga seperti adanya
pemeliharaan ikan serta adanya berbagai jenis burung yang sebagai penghuni
lingkungan ini seperti pada gambar 2 berikut;
Pada gambar 2 terlihat bahwa pengolahan limbah
sangat sedrhana dilakukan namun yang terpenting adalah bagaimana menentukan
pengembangan pariwisata alternatif guna menunjang pembangunan pariwisata yang
berkelanjutan. Selain itu tempat ini (Lagun) dibuat seolah-olah tempat wisata
padahal ini merupakan tempat pengolahan limbah. Dengan pengelolaan ini tentu
saja aka nada multifungsi karena selain sebagai tempat pengolahan limbah yang
identik dengan kotor namun bisa juga dijadikan tempat wisata sekaligus sebagai
wisata pendidikan tentang bagaimana pentingnya pengolahan limbah sehingga bisa
dipakai kembali serta penunjang pariwisata alternative sebagaimana pada gambar
3 berikut;
Dari gambar 1 sampai dengan 3 terlihat bahwa dalam
pengembangan pariwisata yang dikembangkan oleh BTDC terdapat konsep serta
prinsip-prinsip pariwisata alternatif yang mendukung terwujudnya pariwisata berkelanjutan.
III.
Penutup
Kesimpulan
Pariwisata
alternatif merupakan hal yang perlu dikembangkan guna bisa menujang pembangunan
pariwisata berkelanjutan dan salah satu hal terpenting dalam pengembangan
pariwisata selain kelestarian adalah bagaimana memanfaatkan air sebaik dan
sehemat mungkin.
Karena hidup
kita tidak lepas dari tuntutan terhadap keberadaan air. Tuntutan memelihara
lingkungan alam sekitar dengan baik penuh kesadaran adalah bagian dari menjaga
keberadaan air dan kelangsungan hidup anak cucu kita. Oleh karenanya maka perlu
menghindari pemakain air yang berlebihan. Karena mengingat kondisi air semakin
sulit untuk saat ini. Dan bila permukaan tanah semakin turun akibat banyaknya
penggunaan sumur bor dan sebagainya maka perlu langkah yang cerdas dan bijaksana
terutama dalam hal pengolahan limbah dan air dan hal ini telah dilakukan oleh
BTDC seperti yang ada di Lagun, namun jika hanya BTDC saja yang melakukan hal
ini maka akan menjadi kendala juga, maka perlu dilakukan hal yang sama oleh
pengembang pariwisata lainnya guna menuju tujuan yang sama yaitu pariwisata
yang berkelanjuta.
Oleh sebab
itu penggunaan air dan pelestarian lingkungan dalam kegiatan yang dalam hal ini
kepariwisataan itu harus lebih bijak dan tidak boros agar terwujud pembangunan
pariwisata yang berkelanjutan serta tujuan kepariwisataan Indonesia dapat
terwujud sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4 Undang-undang Kepariwisataan
RI No: 10 tahun 2009.
IV.
Daftar
Pustaka
Anonim.
2007. Indicator Of Sustainable
Development (Guidelines and
Methodologies):
United Nation Publication. New York
Budiarti,
S.H. 2005. Pengelolaan Pengembangan Ekowisata di Kawasan
Hutan
Mangrove Benoa Bali. Tesis. Udayana University
Buttler,
Richar W., 1997. “The Destination Life Cycle: Implication for Heritage
Site
Managemen and Attractivity”. Dalam Wiendu Nuryanti (ed.), 1997. Tourismand Heritage
Management. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm 44-53.
Irwan,
Z.D. 2010. Prinsip-Prinsip Ekologi (Ekosistem Lingkungan dan
Pelestarianya) Cetakan
ke 6: Pt. Bumi Aksara. Jakarta
Kusmayadi
dan Endar Sugiarto, 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang
Kepariwisataan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Salah
Wahab, 1996. Manajemen Kepariwisataan, cetakan ketiga,
Paradnya
Paramita, Jakarta.
Saraswati,
Baidyanath, 1998. The Use of Cultural Heritage as a Tool for
Development. New Delhi: UNESCO Chair in the Field of
Cultural Development bekerjasama dg Indira Gandhi National Centre for the Arts.
Soekadijo,
2000. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai “Systemic
Linkage”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Undag-undang
Kepariwisataan (Undang-undang R.I. No.10/2009).
Jakarta:
Harvarindo
No comments:
Post a Comment