Saturday, April 18, 2015

STRATEGI PENGEMBANGAN KUTA LOMBOK SEBAGAI DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Dalam era globalisai saat ini, sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan pendorong utama perekonomian dunia dan menjadi salah satu industri yang menggelobal. Selain itu, dewasa ini pariwisata adalah sebuah mega bisnis. Jutaan orang mengeluarkan triliunan dolar Amerika, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan diri (pleasure) dan untuk menghabiskan waktu luang (leisure).
Seiring dengan perkembangan pariwisata dunia maka berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi serta meningkatnya penerimaan devisa tanpa kecuali Indonesia. Salah satu upaya untuk memperkokoh perekonomian Indonesia adalah dengan meningkatkan penerimaan devisa, di mana salah satu sektor potensialnya adalah sektor pariwisata (Muljadi, 2012:73). Sebagai sektor pembangunan yang multidimensional, pembangunan pariwisata Nusantara yang mempunyai potensi dampak pengganda (multiplier effect) yang relatif besar, sebagai pendorong pembangunan untuk meningkatkan penerimaan devisa.

Undang–undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa tujuan kepariwisataan diantaranya: (a) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (b) meningkatkan kesejahteraan rakyat, (c) Menghapus kemiskinan, (d) mengatasi pengangguran, (e) melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, (f) memajukan kebudayaan, (g) mengangkat citra bangsa, (h) memupuk rasa cinta tanah air, (i) memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan (j) memepererat persahabatan antar bangsa. Berdasarkan tujuan kepariwisataan tersebut, kegiatan kepariwisataan di Lombok juga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian, mengatasi pengangguran, memajukan kebudayaan serta melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya. Tujuan kepariwisatan yang diamanatkan tersebut sangat perlu diperioritaskan guna meningkatkan perekonomian, mengatasi pengangguran, memajukan kebudayaan serta melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya di Kuta Lombok.
Lombok merupakan pulau kecil dengan luas 5435 km2  dan merupakan pulau dengan peringkat 108 dari daftar pulau berdasarkan luasnya di dunia. Mengingat Lombok merupakan pulau kecil maka, segala pembangunan dan pengembangan termasuk pengembangan kepariwisataannya idealnya dengan  menitikberatkan pada aspek keberlanjutannya, baik itu dalam aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.
Kepariwisataan di Lombok secara umum masih belum berkembang jika dibandingkan dengan kepariwisataan di Bali yang merupakan barometer kepariwisataan di Indonesia. Pengembangan kepariwisataan di Lombok sangat perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mendukung perkembangan kepariwisataan nasional, mengingat Lombok merupakan salah satu Destinasi Pariwisata Nasiona (DPN), yaitu destinasi Lombok – Gili Tramena dan sekitarnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Ripparnas).  
Survei dari majalah Venue edisi Maret 2012, menyebutkan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Barat menempati posisi kelima nasional sebagai daerah pilihan yang dikunjungi para wisatawan mancanegara di Indonesia. Peringkat pertama masih dipegang Bali, diikuti oleh Komodo, Yogyakarta dan Jakarta. Selain itu, survei ini juga menempatkan Provinsi Nusa Tenggara Barat di posisi ke-tiga, sebagai  penyelenggaraan wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) nasional,  setelah Jakarta dan Bali. Survei ini juga memperkuat hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) Mataram dan Fakultas Ekonomi Universitas Mataram. Dalam risetnya menyebutkan bahwa 90,45% wisatawan yang mengunjungi Nusa Tenggara Barat akan kembali mengunjungi Lombok Sumbawa.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa kepariwisataan di Lombok sangat potensial untuk dikembangkan. Meskipun demikian, kepariwisataan di Lombok hingga saat ini masih sangat bergantung pada Bali. Hal tersebut disebabkan karena ketersediaan falisitas pendukung kepariwisataan di Lombok masih sangat terbatas, mulai dari akses hingga infrastrukturnya. Selain itu, sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Lombok rata-rata wisatawan yang telah berkunjung ke Bali terlebih dahulu, karena Bali merupakan titik distribusi pariwisata ke Lombok. Jadi ketika pariwisata Bali dilanda krisis akibat bom dahsyat pada tahun 2002 dan 2005 sangat berdampak buruk pada kepariwisataan di Lombok hal tersebut terlihat dari menurunnya jumlah kunjungan wisatawan ke Lombok.  Berbeda halnya dengan kerusuhan sosial  yang berlangsung selama tiga hari di Lombok pada bulan Januari 2000 secara spontan membuat industri pariwisata di Lombok merasakan efek berat dari tragedi tersebut, namun tidak mempengaruhi kegiatan kepariwisataan di Bali meskipun jarak Lombok dengan Bali begitu dekat (Putra, 2010:49-53).  
Mengingat kepariwisataan di Lombok belum berkembang maka sangat perlu untuk dilakukan pengembangan yang lebih baik lagi dengan tetap menitikberatkan pada aspek keberlanjutannya. Keindahan alam dan sosial budaya di Lombok merupakan potensi yang dapat dikembangkan menjadi salah satu daya tarik wisata yang dapat mendukung pengembangannya.
Seperti halnya Bali yang meiliki Kuta sebagai salah satu destinasi pariwisata yang sangat terkenal. Lombok juga memiliki Kuta sebagai salah salah satu kawasan pariwisata yang potensial, namun Kuta Lombok tidak seterkenal dan seramai di Kuta Bali, karena masih belum berkembang. Kuta Lombok merupakan salah satu kawasan dari 9 (Sembilan) kawasan pariwisata di Lombok (Perda No. 9 tahun 1989 tentang penetapan 15 kawasan pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat). Kuta Lombok merupakan kawasan pariwisata yang terletak bagian selatan Pulau Lombok yaitu di Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah, berjarak sekitar 10 km atau perjalanan + 20–30 menit dari dan ke Bandara Internasional Lombok (BIL), serta jarak dari Kota Mataram ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu sekitar 50 km.
Pada tahun 2013 pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mengeluarkan peraturan daerah (Perda) Provinsi Nusa Tenggara Barat nomor 7 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Ripparda) yang menetapkan bahwa Kuta Lombok  merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD). Hal ini sejalan dengan Peraturan Derah (Perda) pemerintah Kabupaten Lombok Tengah nomor 7 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Tengah tahun 2011-2031 yang menyebutkan bahwa Kuta Lombok merupakan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) yang berlokasi di Kabupaten Lombok Tengah dengan sektor unggulan pariwisata dan industri.
Mengingat Kuta Lombok merupakan salah satu kawasan yang sangat potensial, maka sejak tahun 1990-an tidak kurang dari 1500 petani rumput laut nelayan dan petani Kuta dan sekitarnya digusur karena akan dibangun kawasan pariwisata seluas 1250 Ha, yang dikuasai oleh Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) atau PT. Pembangunan Pariwisata Lombok (PT.PPL) milik keluarga Cendana (Sudarsono, dkk. 1999:10). Tindakan penggusuran yang dimotori Pemerintah daerah (Pemda) Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Lombok Tengah menimbulkan aksi untuk rasa warga Kuta dan sekitarnya. Setelah munculnya gerakan reformasi pada tahun 1998, sebagian warga menduduki kembali tanah asal mereka.
Kondisi tersebut merupakan salah satu bukti kegagalan atau ketidakmampuan Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) dalam mengembangkan Kuta Lombok sebagai kawasan wisata. Akibat dari kegagalan tersebut semakin memperkuat posisi masyarakat Kuta dan sekitarnya untuk menduduki tanahnya kembali. Selain dianggap sebagai broker atau makelar tanah, Tourism Development Corporation (LTDC) juga menyisakan berbagai persoalan terkait pembebasan lahan yang tidak tuntas, termasuk klaim terhadap tanah warga yang membuat warga Kuta dan sekitarnya semakin kesal dengan sikap arogansi pemerintah dan LTDC. Akibatnya ratusan hektar lahan yang telah dibebaskan tersebut ditelantarkan, hal tersebut berpengaruh juga terhadap lambatnya perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok.  
Kepariwisataan di Kuta Lombok mulai ada pergerakan lagi pada tahun 2007 sejak mulainya pengerjaan Bandara Internasional Lombok (BIL). Adanya pengerjaan bandara tersebut dianggap sebagai titik terang untuk awal perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok mengingat lokasinya yang relatif dekat. Melihat kondisi tersebut pemerintah pusat Republik Indonesia yang diwakili oleh PT. Bali Tourism Development Corporation (BTDC) dan Pemerintah Dubai yang diwakili oleh Emaar Properties LLC telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada tahun 2008 tepatnya pada tanggal 19 Maret 2008 untuk pengembangan kawasan pariwisata terpadu di Lombok tepatnya di Kawasan Pariwisata Kuta Lombok dengan lahan seluas 1250 Ha yang merupakan lahan eks PT. LTDC. Adanya penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tersebut ternyata belum mampu meningkatkan perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok dikarenakan PT. BTDC gagal dalam menyiapkan hal-hal terkait pengembangan tersebut termasuk perencanaannya. Akibatnya pada tahun 2009 Emaar Properties LLC dipastikan membatalkan kerjasama tersebut. Hal tersebut tentu membuat masyarakat semakin yakin bahwa pemerintah tidak serius dalam pengembangan kepariwisataan di Kuta Lombok.
Beroperasinya Bandara Internasional Lombok yang berlokasi di Desa Tanak Awu Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah sejak tanggal 1 Oktober 2011 menggantikan bandara sebelumnya yaitu Bandara Selaparang di Mataram yang resmi ditutup tanggal 30 September 2011. Mengingat dekatnya jarak bandara tersebut dengan Kuta Lombok yaitu sekitar 10 km, maka hal ini tentu menjadi peluang serta angin segar bagi perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok.
Hal tersebut didukung dengan dibukanya beberapa jalur penerbangan baru seperti Lombok – Perth  (Ausatralia) dengan maskapai Jet Star sejak tanggal 16 Oktober 2013, kemudian Lombok – Singapura dengan maskapai Silk Air, Air Asia, dan Singapore Airline dan jalur penerbangan Lombok – Kuala Lumpur (Malaysia). Dibukanya beberapa jalur penerbangan tersebut yang sebelumnya tidak ada di Bandara Selaparang (Mataram) diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kuta Lombok.
Seiring dengn beroperasinya Bandara Internasional Lombok (BIL) dan dibukanya beberapa jalur penerbangan baru baik domestik maupun internasional merupakan salah satu peluang terhadap perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok. Pada tahun 2011 tepatnya pada tanggal 21 Oktober 2011 Presiden Republik Indonesia meresmikan Groundbreaking Kawasan Pariwisata Mandalika Resort di Pantai Kuta Lombok. Dalam peresmian tersebut diharapkan mampu menjadi menjadi langkah awal yang baik bagi perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok. Hal tersebut dilakukan mengingat Kuta Lombok sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataannya.      
Meskipun Kuta Lombok potensial untuk di kembangakan, namun hingga saat ini kepariwisataan di Kuta Lombok masih belum berkembang. Adanya peresmian Groundbreaking Kawasan Pariwisata Mandalika Resort tersebut ternyata belum mampu menggerakkan kepariwisataan di Kuta Lombok hal tersebut terbukti dengan penanganan pengembangan kawasan wisata tersebut jalan di tempat. Sebab, sejak dicanangkan Presiden Republik Indonesia pada Oktober 2011, sampai saat ini belum ada tanda-tanda kegiatannya. Belum berkembangnya kepariwisataan di Kuta Lombok tentu menjadi misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini. berbagai upaya pengembangan telah dilakukan namun semuanya gagal. Berbeda halnya dengan kawasan wisata Senggigi di Kabupaten Lombok Barat dan Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara. Dua kawasan pariwisata tersebut lebih berkembang dari Kuta Lombok. Senggigi dan Gili Trawangan merupakan dua kawasan pariwisata yang berkembang di Lombok.
Pelaku pariwisata serta semua elemen masyarakat di Kuta Lombok sangat mengharapkan perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok menjadi lebih baik untuk meningkatkan perekonomian serta terbukanya lapangan kerja baru bagi mereka. Namun harapan tersebut hingga kini masih sebatas mimpi terlebih ketika maskapai Jet Star Airlines yang melayani rute penerbangan Lombok – Perth (Australia) resmi tutup sejak tanggal tanggal 16 Oktober 2014. Hal tersebut langsung berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan dari Australia yang selama ini mendominasi kunjungan di Kuta Lombok. Adanya penutupan tersebut mencerminkan adanya hal-hal yang perlu diperbaiki dalam upaya pengembangan kepariwisataan di Kuta Lombok agar mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Jika hal tersebut tidak segera diperbaiki maka tidak menutup kemungkinan kepariwisataan di Kuta Lombok semakin buruk dari sebelumnya, mengingat berbagai upaya pengembangan yang dilakukan selama ini selalu gagal sehingga kepariwisataan di Kuta Lombok masih belum berkembang hingga sekarang.  
Belum berkembangnya kepariwisataan di Kuta Lombok tentu memerlukan upaya yang serius terutama dari pemerintah maupun pihak terkait lainnya untuk mendorong pengembangan tersebut. Sebab, berkembang atau tidaknya kepariwisataan di Kuta Lombok akan mempengaruhi perkembangan kepariwisataan di pulau Lombok khususnya dan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada umumnya, oleh sebab itu perlu adanya langkah-langkah kongkrit dan strategis untuk mengembangkannya dengan tetap menitik beratkan pada konsep pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
Pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan dimaksudkan agar kepariwisataan tersebut dapat berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, dengan demikian dampak negatif dari kegiatan kepariwisataan itu sendiri dapat diminimalisir. Sebab, kepariwisataan dapat memberi sumbangan terhadap degradasi dan perusakan lingkungan baik itu berupa dampak pencemaran lingkungan, seperti adanya limbah, sampah serta perusakan ekosistem lingkungan yang ada. Dalam aspek ekonomi terkadang kegiatan kepariwisataan tersebut hanya menguntungkan pihak tertentu saja kemudian aspek sosial budaya, dapat merusak kebudayaan yang ada baik itu berawal dari adanya komodifikasi budaya hingga perilaku sosial masyarakat yang cendrung mengikuti budaya wisatawan. Oleh sebaba itu perlu adanya langkah strategis untuk meminimalisir kemungkinan dampak-dampak tersebut sehingga lingkungan tetap lestari, perekonomian terus tumbuh dan meningkat sehingga kesejateraan dan lapangan kerja terbuka dengan seluas-luasnya serta kebudayaan dapat dilestarikan dengan tetap menjaga keasliannya (orijinalitasnya) tanpa terpengaruh dengan adanya komodifikasi.   
  Mengingat belum berkembangnya kepariwisataan di Kuta Lombok maka, diperlukan strategi yang tepat, cermat dan tepat sasaran baik itu strategi umum (grand strategy) maupun khusus untuk mengembangkan segala potensi dan daya tarik wisata yang ada guna mendukung pengembangan Kuta Lombok menjadi destinasi pariwisata berkelanjutan yang dapat menguntungkan semua pihak terlebih bagi masyarakat lokal setempat. Sebab, perkembangan suatu destinasi pariwisata tidaklah ada artinya bagi masyarakat khususnya masyarakat setempat jika mereka tidak ikut menikmati hasil dari aktivitas kepariwisataan tersebut. Masyarakat lokal merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan kepariwisataan terutama dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan yang didukung oleh budaya lokal, pertanian, kelautan, dan berwawasan lingkungan sehingga menjadikannya sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
Penentuan Kuta Lombok sebagai lokasi dalam penelitian ini, dilatarbelakangi oleh belum berkembangnya kepariwisataan di Kuta Lombok yang sangat bertolak belakang dari potensi serta daya tarik wisata yang ada meskipun telah dilakukan upaya pengembangan namun hingga saat ini belum ada yang berhasil. Belum berkembangnya pariwisata di Kuta Lombok sangat kotradiktif, mengingat begitu banyak potensi dan daya wisata yang bisa dikembangkan untuk mendukung pengembangannya. Kondisi tersebut memerlukan beragam penelitian yang diambil dari berbagai sudut pandang (perspektif), dengan demikian, dalam penelitian ini hanya terfokus pada identifikasi mengenai potensi, kendala, serta perumusan maupun formulasi strategi yang tepat untuk pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.     
1.2         Rumusan Masalah
1      Bagaimana potensi Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan?
2      Apa yang menjadi kendala dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan?
3      Bagaimana strategi pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan?
1.3         Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengkaji potensi, kendala serta memformulasi strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah di atas, dalam penelitian ini juga terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus seperti berikut:
1.3.1   Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengkaji  potensi sebagai faktor pendorong atau pendukung serta kendala yang menghambat pengembangan kepariwisataan di Kuta Lombok sehingga dapat memformulasikan strategi yang tepat, sesuai, dan dapat diterapkan dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan serta sebagai bahan masukan kepada pemerintah, pemangku kepentingan (stakeholder), masyarakat, maupun intansi terkait.
1.3.2   Tujuan Khusus
1        Untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengkaji potensi Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
2        Untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengkaji yang kendala dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
3        Untuk merumuskan strategi pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
1.4         Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan serta referensi tambahan untuk pengembangan suatu daerah, wilayah ataupun kawasan menjadi destinasi pariwisata berkelanjutan.
1.4.1   Manfaat Akademis
Secara akademis penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1        Memberikan informasi mengenai potensi Kuta Lombok  sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
2        Memberikan pengetahuan tentang apa yang menjadi kendala dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan,  maupun sebagai referensi atau bahan acuan bagi daerah–daerah lain.
3        Sebagai referensi atau bahan acuan dalam menformulasikan strategi yang tepat untuk pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan secara maksimal.
1.4.2   Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian diharapkan bisa menjadi bahan masukan guna menentukan arah serta strategi pengembangan destinasi pariwisata berkelanjutan terutama bagi:
1        Dinas Kebudayaan dan Periwisata Kabupaten Lombok Tengah, khususnya pada Bidang Pengembangan termasuk bagian Perencanaa Pariwisata, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam mengimplementasikan kebijakan dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
2        Para pelaku pariwisata, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan guna mengembangkan produk wisata yang telah ada serta tetap mendukung upaya pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan dengan berpartisipasi secara maksimal.
3        Masyarakat Kuta Lombok (masyarakat lokal setempat), hasil penelitian dapat memberikan informasi serta ikut berpartisipasi aktif untuk mendukung pengembangan Kuta  Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan di daerah tempat tinggalnya.

No comments:

Post a Comment