BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam
era globalisai saat ini, sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan
terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan pendorong
utama perekonomian dunia dan menjadi salah satu industri yang menggelobal.
Selain itu, dewasa ini pariwisata adalah sebuah mega bisnis. Jutaan orang
mengeluarkan triliunan dolar Amerika, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk
memuaskan atau membahagiakan diri (pleasure)
dan untuk menghabiskan waktu luang (leisure).
Seiring
dengan perkembangan pariwisata dunia maka berdampak pula pada pertumbuhan
ekonomi serta meningkatnya penerimaan devisa tanpa kecuali Indonesia. Salah
satu upaya untuk memperkokoh perekonomian Indonesia adalah dengan meningkatkan
penerimaan devisa, di mana salah satu sektor potensialnya adalah sektor
pariwisata (Muljadi, 2012:73). Sebagai sektor pembangunan yang
multidimensional, pembangunan pariwisata Nusantara yang mempunyai potensi
dampak pengganda (multiplier effect)
yang relatif besar, sebagai pendorong pembangunan untuk meningkatkan penerimaan
devisa.
Lombok
merupakan pulau kecil dengan luas 5435 km2 dan merupakan pulau dengan peringkat 108 dari
daftar pulau berdasarkan luasnya di dunia. Mengingat Lombok merupakan pulau
kecil maka, segala pembangunan dan pengembangan termasuk pengembangan
kepariwisataannya idealnya dengan menitikberatkan
pada aspek keberlanjutannya, baik itu dalam aspek ekonomi, sosial budaya dan
lingkungan.
Kepariwisataan di Lombok secara umum masih belum
berkembang jika dibandingkan dengan kepariwisataan di Bali yang merupakan
barometer kepariwisataan di Indonesia. Pengembangan kepariwisataan di Lombok
sangat perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mendukung perkembangan kepariwisataan
nasional, mengingat Lombok merupakan salah satu Destinasi Pariwisata Nasiona
(DPN), yaitu destinasi Lombok – Gili Tramena dan sekitarnya sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional (Ripparnas).
Survei dari majalah Venue edisi Maret 2012, menyebutkan bahwa Provinsi Nusa Tenggara
Barat menempati posisi kelima nasional sebagai daerah pilihan yang dikunjungi
para wisatawan mancanegara di Indonesia. Peringkat pertama masih dipegang Bali,
diikuti oleh Komodo, Yogyakarta dan Jakarta. Selain itu, survei ini juga
menempatkan Provinsi Nusa Tenggara Barat di posisi ke-tiga, sebagai
penyelenggaraan wisata MICE (Meeting,
Incentive, Convention, Exhibition) nasional, setelah Jakarta dan Bali. Survei ini juga memperkuat
hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) Mataram dan
Fakultas Ekonomi Universitas Mataram. Dalam risetnya menyebutkan bahwa 90,45%
wisatawan yang mengunjungi Nusa Tenggara Barat akan kembali mengunjungi Lombok
Sumbawa.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa
kepariwisataan di Lombok sangat potensial untuk dikembangkan. Meskipun demikian,
kepariwisataan di Lombok hingga saat ini masih sangat bergantung pada Bali. Hal
tersebut disebabkan karena ketersediaan falisitas pendukung kepariwisataan di
Lombok masih sangat terbatas, mulai dari akses hingga infrastrukturnya. Selain itu,
sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Lombok rata-rata wisatawan yang
telah berkunjung ke Bali terlebih dahulu, karena Bali merupakan titik
distribusi pariwisata ke Lombok. Jadi ketika pariwisata Bali dilanda krisis akibat
bom dahsyat pada tahun 2002 dan 2005 sangat berdampak buruk pada kepariwisataan
di Lombok hal tersebut terlihat dari menurunnya jumlah kunjungan wisatawan ke
Lombok. Berbeda halnya dengan kerusuhan
sosial yang berlangsung selama tiga hari
di Lombok pada bulan Januari 2000 secara spontan membuat industri pariwisata di
Lombok merasakan efek berat dari tragedi tersebut, namun tidak mempengaruhi kegiatan
kepariwisataan di Bali meskipun jarak Lombok dengan Bali begitu dekat (Putra,
2010:49-53).
Mengingat kepariwisataan di Lombok belum berkembang maka sangat
perlu untuk dilakukan pengembangan yang lebih baik lagi dengan tetap
menitikberatkan pada aspek keberlanjutannya. Keindahan alam dan sosial budaya di
Lombok merupakan potensi yang dapat dikembangkan menjadi salah satu daya tarik
wisata yang dapat mendukung pengembangannya.
Seperti halnya Bali yang meiliki Kuta
sebagai salah satu destinasi pariwisata yang sangat terkenal. Lombok juga
memiliki Kuta sebagai salah salah satu kawasan
pariwisata yang potensial, namun Kuta Lombok tidak seterkenal dan seramai di Kuta
Bali, karena masih belum berkembang. Kuta Lombok merupakan salah satu kawasan
dari 9 (Sembilan) kawasan pariwisata di Lombok (Perda No. 9 tahun 1989 tentang
penetapan 15 kawasan pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat). Kuta Lombok merupakan
kawasan pariwisata yang terletak bagian selatan Pulau Lombok yaitu di Kecamatan
Pujut Kabupaten Lombok Tengah, berjarak sekitar 10 km atau perjalanan +
20–30 menit dari dan ke Bandara Internasional Lombok (BIL), serta jarak dari
Kota Mataram ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu sekitar 50 km.
Pada
tahun
2013 pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mengeluarkan peraturan
daerah (Perda) Provinsi Nusa Tenggara Barat nomor 7 Tahun 2013 tentang Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Ripparda) yang menetapkan bahwa Kuta
Lombok merupakan Kawasan Strategis
Pariwisata Daerah (KSPD). Hal ini sejalan dengan Peraturan Derah (Perda)
pemerintah Kabupaten Lombok Tengah nomor 7 tahun 2011 tentang rencana tata
ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Tengah tahun 2011-2031 yang menyebutkan
bahwa Kuta Lombok merupakan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) yang berlokasi di
Kabupaten Lombok Tengah dengan sektor unggulan pariwisata dan industri.
Mengingat
Kuta Lombok merupakan salah satu kawasan yang sangat potensial, maka sejak
tahun 1990-an tidak kurang dari 1500 petani rumput laut nelayan dan petani Kuta
dan sekitarnya digusur karena akan dibangun kawasan pariwisata seluas 1250 Ha,
yang dikuasai oleh Lombok Tourism Development Corporation (LTDC)
atau PT. Pembangunan Pariwisata Lombok (PT.PPL) milik keluarga Cendana
(Sudarsono, dkk. 1999:10). Tindakan penggusuran yang dimotori Pemerintah daerah
(Pemda) Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Lombok Tengah menimbulkan aksi untuk
rasa warga Kuta dan sekitarnya. Setelah munculnya gerakan reformasi pada tahun
1998, sebagian warga menduduki kembali tanah asal mereka.
Kondisi
tersebut merupakan salah satu bukti kegagalan atau ketidakmampuan Lombok Tourism Development Corporation
(LTDC) dalam mengembangkan Kuta Lombok sebagai kawasan wisata. Akibat dari
kegagalan tersebut semakin memperkuat posisi masyarakat Kuta dan sekitarnya
untuk menduduki tanahnya kembali. Selain dianggap sebagai broker atau makelar
tanah, Tourism Development Corporation
(LTDC) juga menyisakan berbagai persoalan terkait pembebasan lahan yang tidak
tuntas, termasuk klaim terhadap tanah warga yang membuat warga Kuta dan
sekitarnya semakin kesal dengan sikap arogansi pemerintah dan LTDC. Akibatnya
ratusan hektar lahan yang telah dibebaskan tersebut ditelantarkan, hal tersebut
berpengaruh juga terhadap lambatnya perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok.
Kepariwisataan
di Kuta Lombok mulai ada pergerakan lagi pada tahun 2007 sejak mulainya
pengerjaan Bandara Internasional Lombok (BIL). Adanya pengerjaan bandara tersebut
dianggap sebagai titik terang untuk awal perkembangan kepariwisataan di Kuta
Lombok mengingat lokasinya yang relatif dekat. Melihat kondisi tersebut pemerintah
pusat Republik Indonesia yang diwakili oleh PT. Bali Tourism Development Corporation (BTDC) dan Pemerintah Dubai
yang diwakili oleh Emaar Properties LLC telah menandatangani nota kesepahaman
(MoU) pada tahun 2008 tepatnya pada tanggal 19 Maret 2008 untuk pengembangan
kawasan pariwisata terpadu di Lombok tepatnya di Kawasan Pariwisata Kuta Lombok
dengan lahan seluas 1250 Ha yang merupakan lahan eks PT. LTDC. Adanya
penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tersebut ternyata belum mampu meningkatkan
perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok dikarenakan PT. BTDC gagal dalam
menyiapkan hal-hal terkait pengembangan tersebut termasuk perencanaannya. Akibatnya
pada tahun 2009 Emaar Properties LLC dipastikan membatalkan kerjasama tersebut.
Hal tersebut tentu membuat masyarakat semakin yakin bahwa pemerintah tidak
serius dalam pengembangan kepariwisataan di Kuta Lombok.
Beroperasinya
Bandara Internasional Lombok yang berlokasi di Desa Tanak Awu Kecamatan Pujut
Kabupaten Lombok Tengah sejak tanggal 1 Oktober 2011 menggantikan bandara
sebelumnya yaitu Bandara Selaparang di Mataram yang resmi ditutup tanggal 30
September 2011. Mengingat dekatnya jarak bandara tersebut dengan Kuta Lombok
yaitu sekitar 10 km, maka hal ini tentu menjadi peluang serta angin segar bagi
perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok.
Hal
tersebut didukung dengan dibukanya beberapa jalur penerbangan baru seperti
Lombok – Perth (Ausatralia) dengan
maskapai Jet Star sejak tanggal 16 Oktober 2013, kemudian Lombok – Singapura dengan
maskapai Silk Air, Air Asia, dan Singapore Airline dan jalur penerbangan Lombok
– Kuala Lumpur (Malaysia). Dibukanya beberapa jalur penerbangan tersebut yang
sebelumnya tidak ada di Bandara Selaparang (Mataram) diharapkan mampu
meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kuta Lombok.
Seiring
dengn beroperasinya Bandara Internasional Lombok (BIL) dan dibukanya beberapa
jalur penerbangan baru baik domestik maupun internasional merupakan salah satu
peluang terhadap perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok. Pada tahun 2011
tepatnya pada tanggal 21 Oktober 2011 Presiden Republik Indonesia meresmikan Groundbreaking Kawasan Pariwisata Mandalika Resort
di Pantai Kuta Lombok. Dalam peresmian tersebut diharapkan mampu menjadi
menjadi langkah awal yang baik bagi perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok.
Hal tersebut dilakukan mengingat Kuta Lombok sangat potensial untuk
pengembangan kepariwisataannya.
Meskipun
Kuta Lombok potensial
untuk di kembangakan, namun hingga saat ini kepariwisataan di Kuta Lombok masih
belum berkembang. Adanya peresmian Groundbreaking Kawasan Pariwisata Mandalika Resort tersebut ternyata belum
mampu menggerakkan kepariwisataan di Kuta Lombok hal tersebut terbukti dengan penanganan
pengembangan kawasan wisata tersebut jalan di tempat. Sebab, sejak dicanangkan
Presiden Republik Indonesia pada Oktober 2011, sampai saat ini belum ada
tanda-tanda kegiatannya. Belum berkembangnya kepariwisataan di Kuta Lombok
tentu menjadi misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini. berbagai upaya
pengembangan telah dilakukan namun semuanya gagal. Berbeda halnya dengan
kawasan wisata Senggigi di Kabupaten Lombok Barat dan Gili Trawangan di
Kabupaten Lombok Utara. Dua kawasan pariwisata tersebut lebih berkembang dari Kuta
Lombok. Senggigi dan Gili Trawangan merupakan dua kawasan pariwisata yang
berkembang di Lombok.
Pelaku
pariwisata serta semua elemen masyarakat di Kuta Lombok sangat mengharapkan
perkembangan kepariwisataan di Kuta Lombok menjadi lebih baik untuk
meningkatkan perekonomian serta terbukanya lapangan kerja baru bagi mereka.
Namun harapan tersebut hingga kini masih sebatas mimpi terlebih ketika maskapai
Jet Star Airlines
yang melayani rute penerbangan Lombok – Perth
(Australia) resmi tutup sejak tanggal tanggal 16 Oktober 2014. Hal tersebut langsung berdampak
pada tingkat kunjungan wisatawan dari Australia yang selama ini mendominasi
kunjungan di Kuta Lombok. Adanya penutupan tersebut mencerminkan adanya hal-hal
yang perlu diperbaiki dalam upaya pengembangan kepariwisataan di Kuta Lombok
agar mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Jika hal tersebut tidak
segera diperbaiki maka tidak menutup kemungkinan kepariwisataan di Kuta Lombok
semakin buruk dari sebelumnya, mengingat berbagai upaya pengembangan yang
dilakukan selama ini selalu gagal sehingga kepariwisataan di Kuta Lombok masih
belum berkembang hingga sekarang.
Belum
berkembangnya kepariwisataan di Kuta Lombok tentu memerlukan upaya yang serius
terutama dari pemerintah maupun pihak terkait lainnya untuk mendorong
pengembangan tersebut. Sebab, berkembang atau tidaknya kepariwisataan di Kuta
Lombok akan mempengaruhi perkembangan kepariwisataan di pulau Lombok khususnya
dan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada umumnya, oleh sebab itu perlu adanya
langkah-langkah kongkrit dan strategis untuk mengembangkannya dengan tetap menitik
beratkan pada konsep pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata
berkelanjutan.
Pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata
berkelanjutan dimaksudkan agar kepariwisataan tersebut dapat berkelanjutan dari
aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, dengan demikian dampak negatif dari
kegiatan kepariwisataan itu sendiri dapat diminimalisir. Sebab, kepariwisataan
dapat memberi sumbangan terhadap degradasi dan perusakan lingkungan baik itu
berupa dampak pencemaran lingkungan, seperti adanya limbah, sampah serta
perusakan ekosistem lingkungan yang ada. Dalam aspek ekonomi terkadang kegiatan
kepariwisataan tersebut hanya menguntungkan pihak tertentu saja kemudian aspek sosial
budaya, dapat merusak kebudayaan yang ada baik itu berawal dari adanya
komodifikasi budaya hingga perilaku sosial masyarakat yang cendrung mengikuti
budaya wisatawan. Oleh sebaba itu perlu adanya langkah strategis untuk
meminimalisir kemungkinan dampak-dampak tersebut sehingga lingkungan tetap
lestari, perekonomian terus tumbuh dan meningkat sehingga kesejateraan dan
lapangan kerja terbuka dengan seluas-luasnya serta kebudayaan dapat
dilestarikan dengan tetap menjaga keasliannya (orijinalitasnya) tanpa
terpengaruh dengan adanya komodifikasi.
Mengingat belum berkembangnya kepariwisataan
di Kuta Lombok maka, diperlukan strategi yang tepat, cermat dan tepat sasaran baik
itu strategi umum (grand strategy)
maupun khusus untuk mengembangkan segala potensi dan daya tarik wisata yang ada
guna mendukung pengembangan Kuta Lombok menjadi destinasi pariwisata
berkelanjutan yang dapat menguntungkan semua pihak terlebih bagi masyarakat
lokal setempat. Sebab, perkembangan suatu destinasi pariwisata tidaklah ada
artinya bagi masyarakat khususnya masyarakat setempat jika mereka tidak ikut
menikmati hasil dari aktivitas kepariwisataan tersebut. Masyarakat lokal
merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan kepariwisataan terutama dalam
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang didukung oleh budaya lokal,
pertanian, kelautan, dan berwawasan lingkungan sehingga menjadikannya sebagai destinasi
pariwisata berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
Penentuan
Kuta Lombok sebagai lokasi dalam penelitian ini, dilatarbelakangi oleh belum
berkembangnya kepariwisataan di Kuta Lombok yang sangat bertolak belakang dari
potensi serta daya tarik wisata yang ada meskipun telah dilakukan upaya
pengembangan namun hingga saat ini belum ada yang berhasil. Belum berkembangnya
pariwisata di Kuta Lombok sangat kotradiktif, mengingat begitu banyak potensi
dan daya wisata yang bisa dikembangkan untuk mendukung pengembangannya. Kondisi
tersebut memerlukan beragam penelitian yang diambil dari berbagai sudut pandang
(perspektif), dengan demikian, dalam penelitian ini hanya terfokus pada
identifikasi mengenai potensi, kendala, serta perumusan maupun formulasi strategi
yang tepat untuk pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata
berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
1.2
Rumusan
Masalah
1 Bagaimana
potensi Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan?
2 Apa
yang menjadi kendala dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi
pariwisata berkelanjutan?
3 Bagaimana
strategi pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan?
1.3
Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisa dan mengkaji potensi, kendala serta memformulasi
strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi
pariwisata berkelanjutan. Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam rumusan
masalah di atas, dalam penelitian ini juga terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus seperti berikut:
1.3.1
Tujuan
Umum
Secara
umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengkaji
potensi sebagai faktor pendorong atau pendukung
serta kendala yang menghambat pengembangan kepariwisataan di Kuta Lombok sehingga
dapat memformulasikan strategi yang tepat, sesuai, dan dapat diterapkan dalam
pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan serta
sebagai bahan masukan kepada pemerintah, pemangku kepentingan (stakeholder), masyarakat, maupun intansi
terkait.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1
Untuk mengidentifikasi,
menganalisis dan mengkaji potensi Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata
berkelanjutan.
2
Untuk mengidentifikasi,
menganalisis dan mengkaji yang kendala dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai
destinasi pariwisata berkelanjutan.
3
Untuk merumuskan strategi
pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
1.4
Manfaat
Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi masukan serta referensi tambahan untuk
pengembangan suatu daerah, wilayah ataupun kawasan menjadi destinasi pariwisata
berkelanjutan.
1.4.1
Manfaat
Akademis
Secara
akademis penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1
Memberikan informasi
mengenai potensi Kuta Lombok sebagai
destinasi pariwisata berkelanjutan.
2
Memberikan pengetahuan
tentang apa yang menjadi kendala dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai
destinasi pariwisata berkelanjutan, maupun sebagai referensi atau bahan acuan bagi
daerah–daerah lain.
3
Sebagai referensi atau
bahan acuan dalam menformulasikan strategi yang tepat untuk pengembangan Kuta
Lombok sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan secara maksimal.
1.4.2
Manfaat
Praktis
Secara
praktis penelitian diharapkan bisa menjadi bahan masukan guna menentukan arah
serta strategi pengembangan destinasi pariwisata berkelanjutan terutama bagi:
1
Dinas Kebudayaan dan
Periwisata Kabupaten Lombok Tengah, khususnya pada Bidang Pengembangan termasuk
bagian Perencanaa Pariwisata, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan dalam mengimplementasikan kebijakan dalam pengembangan Kuta Lombok
sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.
2
Para pelaku pariwisata,
hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan guna mengembangkan
produk wisata yang telah ada serta tetap mendukung upaya pengembangan Kuta Lombok
sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan dengan berpartisipasi secara
maksimal.
3
Masyarakat Kuta Lombok (masyarakat
lokal setempat), hasil penelitian dapat memberikan informasi serta ikut
berpartisipasi aktif untuk mendukung pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata
berkelanjutan di daerah tempat tinggalnya.
No comments:
Post a Comment